Header Ads

ads header

Pengamen Biola Papua

 

Pengamen papua sedang memaikan Biola


Nabire - Anakkampung - Hari ini saya bigung perjalannya, seperti pelastik kosong kena anggin, lari semau arah anggin meniup. Melayang. Naik bukit, turung bukit, lewati bangunan mewa hingga pondok-pondok tua, jalan berbatu hingga jalan licin. Matahari belum pergi, handphone kadang membuat saya percaya pada beberapa kemungkinan tapi gagal. Seperti hari ini. Tapi ada ruang kecil yang saya ketemu dan itu saya menikmati. 


Saya kaget ketika matahari perlahan pergi diatas pundak bukit; kepala dari bukit dari kota tua ini, kota yang menyimpan sejarah darah dan ceria. Semua itu dinikmati orang- orang pesisir, rawa dan gunung. Kota ini mula-mula menjadi pengerak soal perut. Soal hidup lebih baik hingga memilih jalan yang berbeda. Seperti seorang pengamen biola di pusat kota depan toko pekean; baju, sepatu dan topi.


“Dia tu disuruh sama boss toko sepatu itu, Dia di bayar,” Jawab tukan parkir. 


“Io, Dia anak Papua, biasanya rame orang nontong. Baru saja Dia gameng, sudah dua minggu atau makan satu bulan begitu,” Lanjut cerita tukan parkir yang palang saya waktu saya berangkat pulang. Harus membayar parkir selamah 20 menit. Saya bayar lima ribu. Dia Berpakean rapi, saya pikir ajudan bupati/gubernur.


Saya terjebak macet, sambil menunggu jalan, suara biola yang merdu menembus helem dalam kepala saya hingga gendang telingga, merdu sekali. Ini sesuatu yang berbedah bagi saya secara live. Saya mencari sumbernya. Rupanya pria tinggi berpakean merah campur putih sedang bermain di sampin kotak bertulisan” Pengamen Biola Papua” saya duduk sejauh 4 meter dari Dia berdiri dan bermain biola. Dia bermain dengan menghayati, dia serius, saya ikut terhanyut, terasah kendaraan yang melewati begitu lambat; mengikuti alunan beat yang di poles dengan hati-hati. 


Saya tidak mengubah wajah, terus menyaksikan pria Papua itu memainkan biola dengan piawai, merdu, suara menembus batu, besi dan kaca. Seperti kota ini di hibur pria ini dengan nada yang indah. Beberapa orang hendak lewat berhenti menyaksikan, mengambil rekaman video hingga foto tapi sedikit yang mengapresiasi dengan mengisi rupiah dalam kotak pertulisan”nama IG melki sedek” dua beat usai diirinnggi pria bertopi merah, bermain indah dengan gerak tanggan yang sangat profesional penuh percaya diri.


Saya pulang meninggalkan suara itu setelah saya memasukan uang dalam kotak, melihatnya, Dia menunduk badan minta terimakasih. Setiap waktu ada harga, seperti hari ini, perjalan kosong yang membuat saya terisih setelah bertemu bakat”Pengamen Biola Papua” di jalan kota yang penuh tak pasti dan pasti di ruang lain, berjual dan berbelanja waktu yang tepat dan sia-sia.



Penulis adalah pengamat cerita-cerita kampung, Mr. Nomen.


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.