Header Ads

ads header

MENULIS Untuk Membangun Kesadaran Bangsa



 Oleh : Sokrates Sofyan Yoman

 

MARI, KITA TULIS…,TULIS…TULIS… DAN UMUMKAN TULISAN KITA TANPA BATAS UNTUK MELAWAN BANGSA KOLONIAL MODERN INDONESIA BERWATAK KETIDAKADILAN, RASISME, FASISME,  TERORISME,  MILITERISME DAN KAPITALISME  YANG MENDUDUKI & MENJAJAH RAKYAT DAN BANGSA PAPUA

“Kita akan memilih jalan perjuangan tidak dengan kata-kata, tetapi dengan pena” (Mayon Soetrisno, 2001:254)

Oleh Gembala Dr. Socratez Yoman,MA

“Tulis semua yang kau tahu tentang bangsamu. Bangsa tertindas yang selama berabad-abad membisu. Tulis!  Sebuah tulisan, tidak akan berarti apa-apa bila tidak diumumkan. Tulisan itu menjadi suara hanya bila telah disebarluaskan, karena itu jangan ragu-ragu untuk mengumumkan tulisan. Tulisan kaum pergerakan menjadi kekuatan sesudah dibaca orang. Karena itu jangan ragu-ragu umumkan tulisanmu. Kau akan menumbuhkan suatu kekuatan tak terduga.” ( Sumber: Mayon Sutrisno: Arus Pusaran Soekarno: Roman Zaman Pergerakan: 2001: 203, 214).

Berjuang menulis dengan fakta dan data. Karena,  “Perjungan dengan jalan menulis merupakan kekuatan yang melebihi dan melampaui batas-batas kekuatan senjata. Mulailah menulis. Anda mampu dan sanggup taklukkan kolonial NKRI hanya dengan ujung pena bukan dengan moncong senjata. Perjuangan melalui jalan menulis, banyak informasi gelap, kelam dan tersembunyi dapat terungkap atau dibuka ke publik.”

“Melalui pena mampu dan sanggup menghancurkan dan memporak-porandakan sebuah Negara sekuat apapun. Ujung pena mampu dan sanggup membawa perubahan dalam sebuah Negara, masyarakat dan dalam diri seseorang. Ujung pena mampu menghancurkan tembok-tembok keangkuhan dan kejahatan, maka kita dalam menulis itu harus disampaikan informasi, data, dokumen, fakta, dan realitas dengan benar, adil, jujut dan tulus.”

Berjuang dengan jalan mengumumkan persoalan-prrsoalan berbasis nilai kebenaran, kejujuran, keadilan, ketulusan, proporsional, akurat, kita dapat dan mampu meyakinkan para pembaca dan semua orang. Melalui menulis, kita mendidik orang yang berbeda paham dengan kita. Tadinya musuh atau lawan tapi bisa berbalik menjadi sahabat dan kawan kita, karena kita menulis yang benar, jujur, dan bukti-bukti akurat.  ” (Sumber: Melawan Rasisme dan Stigma Di Tanah Papua: Yoman, 2020: 199,200).

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Prof. Dr. Haji Mahfud, MD, pada 29 April 2021 melabelkan rakyat dan bangsa Papua Barat “teroris.”

Pernyataan Mahfud sebagai berikut:

“Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris.”

Sebaliknya, “rakyat dan bangsa Papua Barat menganggap bahwa pemerintah Indonesia, TNI dan Polri yang menduduki dan menjajah serta melakukan kekerasan secara sistematis, terstruktur, terlembaga, masif dan kolektif yang berbasiskan rasisme dan ketidakadilan yang menyebabkan pelanggaran berat HAM sejak 1 Mei 1963 hingga memasuki tahun 2021 dikategorikan sebagai teroris.”
(Dikutip dari Sumber Buku: “KAMI BUKAN BANGSA TERORIS”,  karya Dr. Socratez S.Yoman, 2021:23).

Penguasa kolonial firaun moderen Indonesia  yang berwatak teroris, barbar, kriminal dan rasis ini akan runtuh atau hancur hanya dengan satu jalan bermartabat dan damai, yaitu mendidik generasi muda Indonesia dengan MENULIS tentang kekejaman Negara terhadap orang asli Papua sejak 1 Mei 1963 sampai  saat sekarang tahun 2021. Mari, TULIS, TULIS, TULIS,  dan TULIS, karena mayoritas rakyat Indonesia belum tahu tentang sejarah gelap dan tragedi kemanusiaan di Papua selama lebih dari lima dekade.

Biarkan pejabat OAP yang lain telah kehilangan martabatnya kemanusiaan dan menjadi sama seperti binatang sapi atau hewan kerbau yang ditusuk moncongnya dan dikendalikan orang lain yang memecahbelah rakyat dan bangsanya sendiri dengan dikotomi atau provokasi orang gunung dan pantai. Ingat! Bangsa yang dibangun diatas kebohongan dan kekerasan serta ketidakadilan selalu kehilangan sebagian wilayahnya atau runtuh dan porak-poranda serta hanya tinggal kenangan dalam catatan sejarah.

Saya menulis untuk rakyat dan bangsaku. Saya menulis untuk kemuliaan dan kehormatan bangsaku. Saya menulis untuk martabat bangsaku. Saya menulis untuk sampaikan pesan tentang penderitaan bangsaku kepada siapa saja. Saya menulis untuk nyalakan cahaya lilin kecil untuk bangsaku. Saya menulis untuk umumkan secara terbuka kepada semua orang tentang krisis dan tragedi kemanusiaan berkepanjangan yang dialami bangsaku selama 58 tahun sejak 1 Mei 1963 sampai 2021 ini.

Saya menulis dengan visi kebangsaan. Saya menulis dengan tujuan. Saya menulis digerakkan dengan kekuatan visi, tujuan dan target. Saya menulis dengan keadaan sadar. Saya menulis apa yang saya tahu. Saya menulis apa yang saya mengerti. Saya menulis apa yang saya lihat. Saya menulis apa yang saya saksikan. Saya menulis apa yang saya alami. Saya menulis apa yang saya pikir. Saya tulis apa yang saya rasakan.

Saya menulis menyuarakan yang tak bersuara. Saya menulis untuk bangsaku yang tertindas dan terjajah. Saya menulis untuk bangsaku yang terabaikan. Saya menulis untuk bangsaku yang dibuat tidak berdaya. Saya menulis untuk bangsaku yang terpinggirkan dari tanah leluhur mereka. Saya menulis untuk melindungi bangsaku yang merasa ketakutan. Saya menulis untuk menyelamatkan bangsaku yang sedang dimusnahkan oleh penguasa Indonesia sebagai Firaun dan Goliat moderen.

Saya menulis tentang sejarah bangsaku. Saya menulis tentang harga diri dan identitas bangsaku. Saya menulis pengalaman bangsaku. Saya menulis tentang harapan masa depan bangsaku.

Saya menulis untuk bebaskan bangsaku dalam rasa ketakutan. Saya menulis untuk sadarkan bangsaku yang sudah dilumpuhkan kesadaran oleh bangsa kolonial Indonesia. Saya meneguhkan dan menguatkan bangsaku yang ragu-ragu, kecewa dan bimbang

Menulis merupakan pertanggungjawanan iman dan ilmu pengetahuan serta panggilan hati nurani untuk rakyat dan bangsaku Melanesia di West Papua.

Tugas dan kewajiban saya dengan jalan menulis dapat mengubah cara pandang dan berpikir orang Melayu Indonesia, terutama penguasa, TNI-Polri yang menduduki dan menjajah bangsaku.

Saya senang dan suka mengutip komentar ini dalam beberapa tulisan saya. Kitipan ini menginspirasi saya untuk menulis dan menulis dan terus menulis untuk martabat bangsaku.

“Sukmatari, kau sudah melangkah. Jangan mundur. Tulis sebanyak-banyaknya tentang bangsamu. Bangsa tertindas yang selama berabad-abad membisu. Tulis, umumkan, jangan sampai tak melakukan perlawanan. Ingat gadis Jepara itu, ingat Mutatuli, ingat Hatta, ingat Suwardi Suryoningrat, Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, semua menggoncangkan sendi-sendi pemerintah kolonial dengan tulisan. Ya, dengan TULISAN! Menulis dan menulis sangat berbeda, ada orang menulis untuk klangenan, ada orang menulis untuk memperjuangkan sesuatu. Dan semua patriot yang kusebut, mereka menulis untuk memperjuangkan asas. Menulis hanya sebuah cara! Tulis Sukma.Tulis semua yang kau ketahui mengenai bangsamu. Tulis semua gejolak perasaanmu tentang bumi sekitarmu. Karena dengan menulis kau belajar bicara. …” (Mayon Sutrisno: Arus Pusaran Sukarno, Roman Zaman Pergerakan: hal. 201).

Akhir dari artikel ini, penulis melampirkan press release (tulisan) saya tentang kesehatan Victor Yeimo. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA HARUS MEMBERIKAN AKSES/IJIN PENGOBATAN VICTOR YEIMO.

“Sebenarnya, sesuai hukum martabat kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan sesama manusia, pihak pemerintah Indonesia HARUS memberikan hak mendapat pelayanan kesehatan Victor Yeimo, Jurubicara Internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Pembiaran atau pelambatan pemberian akses untuk pengobatan Victor Yeimo merupakan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran berat HAM. Terlihat kekejaman Negara sistematis, terstruktur, masif dan kolektif terhadap orang asli Papua  berjalan telanjang di depan mata kita dalam era peradaban modern dewasa ini sejak 1 Mei 1963 sampai 2021.

Demi kemanusiaan dan keadilan serta kesamaan derajat, saya minta kepada Pemerintah Republik Indonesia HARUS memberikan akses dan ijin pengobatan untuk keselamatan nyawa Victor Yeimo.

Saya meminjam pernyataan Haris Azhar, “Kasus rasisme terjadi di Surabaya, pelakunya tidak ditangkap, giliran korban orang Papua marah dan protes dibilang monyet, disalahkan, ditangkap, dibilang perusuh. Hukum apa yang mau ditegakkan kalau pelakunya dibiarkan bebas dan korbannya ditangkap.” (Haris Azhar).

Pengobatan  kesehatan Victor Yeimo menjadi kepeduliaan dan keprihatinan semua orang yang memiliki iman kepada Tuhan dan nurani kemanusiaan.

Victor Yeimo dikenal luas sebagai salah satu pemimpin perjuangan keadilan, perdamaian, kesamaan derajat kemanusiaan, hak penentuan nasib sendiri rakyat dan bangsa Papua Barat dengan jalan damai.”

Bagi saya, Papua Barat Merdeka itu urutan paling terakhir. Tapi, urutan paling utama ialah menulis dan menulis tentang sejarah penderitaan bangsa Papua dan umumkan serta sebarkan kepada semua orang tanpa batas. Itulah hakekat perjuangan untuk mewujudkan doa, harapan, cita-cita dan impian untuk Papua Barat Merdeka. Tulislah apa yang  dilihat, didengar dan diketahui dan dipikirkan tentang penderitaan bangsamu rakyat dan bangsa Papua Barat.

Ita Wakhu Purom, Minggu, 29 Agustus 2021

1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota: Konferensi Gereja-Gereja⁰ Pasifik (PCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.